Dan Terjadi Lagi

O hai !
Sapaan ini tampaknya lebih dikhususkan kepada si blog ini sendiri. Sepertinya bukan berita baru bahwa aku senang sekali mengabaikan platform ini hingga tahunan, hahahaha. Sekarang saja sudah bulan ke-4 di tahun 2020. Minus dua bulan lagi kita menuju pertengahan tahun ini. Kurang lebih sembilan bulan terabaikan (cukup singkat dibanding kasus sebelumnya *siul-siul). Waktu memang cepat sekali berlalu. Tapi yoweslah hidup tetap terus berjalan kan? Dan aku sedang tak mau membahas yang berat-berat apalagi perihal pergantian hari yang begitu cepat secepat lenyapnya uang di dompet *eh.

Alasan mengapa aku teringat kembali pada blog ini dan akhirnya 'mampir' menulis karena satu hal yang berusaha kupatuhi. Mencoba konsisten ternyata cukup PR buatku. Sulit malah. Ketika sedang tertarik pada suatu hal aku akan sangat menggebu-gebu dan totalitas mengerjakannya. Sampai lupa tidur lupa mandi tapi tak pernah lupa makan. Persoalannya aku gampang bosan. Kalau sudah begitu yasudah, mangkrak. Semalam sudah menulis beberapa hal yang akan belajar untuk aku tepati (gak berani janji takut mengingkari lagi), paling tidak mengusahakan untuk bisa memenuhi separuh dari total komitmen yang sudah dibuat. 

Oh ya sedikit cerita, kalau dipikir-pikir ada beberapa hal yang berubah dari diriku di tahun ini. Salah satunya aku tidak lagi terlalu idealis seperti waktu lalu dan menjalani hidup dengan lebih "baik" versi perspektif-ku sendiri. Cukup fluktuatif sebenarnya karena seperti yang ku katakan di awal bahwa konsisten itu masih jadi tantangan buatku. Aku cuma mencoba menerima bahwa hidup memang gak akan sesempurna yang kita bayangkan. Bakal ada banyak hal yang terjadi dan terpuntir jauh dari harapan-harapan kita. Sakit hati? Kecewa? Jelas. Reaksi normal yang menandakan kita masih manusia. Justru itu masalahnya, karena kita masih bentukan debu dan tanah yang dikasih napas sama Tuhan makanya kita gak  bisa melihat the whole picture, right? Berita baiknya aku merasa bisa menerima ritme ini dan ada beban yang sedikit berkurang karena lebih menjadi diri sendiri, lebih memahami diri sendiri (yang kemarin-kemarin labil donk berarti heuheu). Nah loh jadi berat kan bahasannya? Kapan-kapan ajalah kita bahas soal beginian ya? Terlalu banyak energi *fyuh.

Jadi begini...
Ini semi curhat tapi lebih terfokus untuk menuangkan hikmah yang tertangkap lewat kejadian barusan (bagian dari hidayah kehidupan). Ketika sedang menekuni bacaan, akibat mata yang mulai tidak nyaman dengan kacamata yang biasa dipakai, tiba-tiba teringat kalau aku punya kacamata lain yang dulu pernah jadi andalan dan kesayangan sebelum era kacamata yang sekarang berjaya. Biasalah kalau ada yang baru, yang lama alamat dilupakan (tabiat buruk). Setelah mengingat-ingat tampaknya aku menelantarkan si kacamata lama di atas meja kerja lantai bawah. Benar saja ia ada disana, berdebu dan patah. Yeap, kacamata yang kubeli di Jogja dan saksi perjuangan masa tesisku itu rusak. Salah satu bingkainya patah dan lensanya lepas. Seingatku terakhir kali kupakai kondisinya masih baik-baik saja. Sedih... tapi itu semua terjadi karena kesalahanku sendiri, seandainya aku lebih becus menjaganya tentu tidak akan terjadi seperti ini. Alih-alih meratapi aku mencoba melihat sisi positifnya. Aku belajar untuk ikhlas dan mendadak posesif buat ngopeni kacamata satu-satunya yang tersisa saat ini. Mungkin juga sudah waktunya kacamata rusak yang 'mahasiswa banget' itu lembiru (lempar beli baru). Tidak ada rencana untuk membeli yang baru karena aku belajar untuk hidup minimalis dan kalaupun berencana mencari kacamata baru takutnya si kacamata terakhir ini akan bernasib sama dengan pendahulunya. Big No. Yang terpikirkan saat ini mungkin aku akan mencoba memperbaikinya. Barangkali masih diberi kesempatan kedua *bucin. 

Penampakan si kacamata yang terabaikan dan rusak tersebut.

Ini kejadian yang tampak sepele tapi bermakna. Makanya aku memutuskan untuk sekalian menuangkannya di blog perdana 2020 ini. Karena tidak menemukan buku yang cukup layak untuk menuliskan hal receh tapi penting ini, daripada harus ke toko buku di tengah pandemi Covid-19 (walaupun kuingin sekali) akhirnya memutuskan untuk menuliskannya di blog yang telah usang ini *kibas-kibas debu. 

Mungkin begini rasanya berproses menjadi orang dewasa *cmiiw, kejadian apapun ternyata bisa jadi renungan kehidupan yang menuntun kita untuk (berusaha) menjadi bijak. Kalau ternyata masih suka kurang bijak ya wajarlah namanya juga proses. Kelak kita tetap akan sampai disana, sesuai dengan waktu kita masing-masing (sudah bijak belum?). Satu hal lagi yang kutangkap dari peristiwa ini, bahwa terkadang sebuah pencarian dapat berakhir pada sebuah kekecewaan. Tak perlu disesali sebab lebih baik menyesal karena telah mencoba daripada menyesal karena tak pernah mencoba sama sekali (wadidaw). Tapi ketidaktahuan juga sebenarnya baik sih untuk beberapa hal (nah loh labil lagi :V). 

Terakhir, belajar untuk tak perlu baper terlalu lama pada hal 'kecil'. Hidup harus terus berlanjut. Hargai yang masih tersisa, yang masih bersedia setia di sisi kita dengan menjaganya sepenuh hati. Yang sudah terjadi biar menjadi bagian dari sejarah. Menjadi arsip :)
Sudah mulai pusing menatap layar, saatnya kita sudahi kegabutan ini. 
Stay safe, stay at home. God bless u abundantly


Surabaya, Kamis 23 April 2020
(ditengah pusaran lockdown, ngumpet dari corona)

Komentar