Tulis Aja Dulu (1)

*) mode nulis santai
**) topik ngalor-ngidul

Saking gapteknya saya gak tahu kalau ternyata postingan di blog itu bisa diatur untuk jadwal publikasinya. Jadi walaupun saya nulis kejadian lampau di masa sekarang, tapi tanggal dan waktu postingan bisa disesuaikan dengan tanggal dan waktu aslinya, emejing ! Maap saya memang lola soal begituan, makanya gampang dibegoin *eh :v*. Lumayan juga fitur ini bisa dipakai untuk ngerapiin arsip, mengisi bolongan-bolongan garis waktu yang terabaikan. Karena sebenarnya banyak juga kejadian-kejadian ataupun peristiwa dalam hidup yang layak dituangkan disini. Itung-itung dokumentasi pengalaman hidup lah biar kelak ada yang bisa dikenang nantinya *mendadak melow*. Mungkin pemakaian fitur ini akan disesuaikan dengan kebutuhan penulisan saja *cakep*. Barangkali ada yang bertanya-tanya (maksa, padahal orang gak bakal peduli hahaha) mengapa seorang Venny Kurnia Andika mendadak jadi aktif di blog, jadi produktif menulis bahkan terkadang suka sok bijak lewat tulisan? Berikut pembenaran-pembenaran yang telah saya rangkum secara dadakan juga:

Pertama, physical distancing.
Yak, Covid-19 alias corona adalah penyebab utama atas perubahan minat dan bakat menulis ini. Selain hobi jelong-jelong dan makan saya juga senang dengan dunia literasi kok. Cuma suka kalah aja menghadapi mager yang kerap membuai ke alam lain (alam mimpi bukan alam gaib). Seingat saya dulu ketika masih di bangku sekolah hobi ini sempat ditekuni dan sampai pernah menelurkan karya berupa cerpen-cerpen yang cukup diminati teman-teman sekolah (ehem). Mungkin karena ritme hidup yang semakin aktif dan banyak berinteraksi dengan dunia luar, lambat laun aktivitas menulis ini mulai diabaikan. Saya bukannya bahagia karena kita dilanda pandemi Covid-19. Semua manusia diseluruh dunia ini termasuk saya nyata benar merasakan kesulitan selama wabah ini berlangsung. Saya jadi tidak bisa mengunjungi tempat-tempat yang ada dalam bucket list saya. Saya rindu aroma pantai dan gemerisik pasir. Rindu berlama-lama menatap deretan benda-benda bersejarah di museum sambil membiarkan imajinasi saya berkelana sejauh mungkin (untung gak pernah kesambet). Rindu berkeliling sambil macak turis di kota tua Surabaya sambil cekrek sana-sini. Saya bahkan gagal naik gunung dalam rangka merayakan kehidupan di tahun ini. Namun dibalik prahara yang melanda Bumi kita tercinta ini, tetap ada hikmah yang bisa dipetik. Kalau bukan karena corona mungkin saya tidak punya waktu yang cukup untuk evaluasi diri, untuk perbanyak waktu dengan Tuhan, untuk belajar hal-hal baru, untuk lebih banyak membaca buku-buku kesayangan dan bisa menulis seperti sekarang ini. Banyak-banyak bersyukur, berdiam diri di rumah, banyak berdoa dan lakukan hal-hal yang bermanfaat. Anggap ini juga proses "penempaan" bagi kita untuk lebih tangguh ke depannya, terutama lebih bertanggungjawab dan menyayangi bumi. 

Kedua, melatih skill menulis.
Nah, karena punya lebih banyak waktu selo untuk menulis, keterampilan menulis kembali diasah. Menulis, membaca ulang tulisan, koreksi, baca kembali, koreksi lagi sampai tulisannya benar-benar rapi, runtut dan layak dibaca adalah proses yang harus dilalui untuk menghasilkan suatu karya tulisan yang pantas. Aktivitas ini menuntut saya untuk lebih mahir dalam pemilihan diksi dan menentukan gaya penulisan yang sesuai dengan minat dan kepribadian saya. Masih jauh dari kata bagus, namun pelan-pelan saya belajar. Gak ada karya yang bisa langsung jadi mahakarya. Semua dimulai dari yang kurang baik dulu. Bahkan orang berbakat sekalipun jika kemampuannya tidak diasah ibarat pisau lambat laun akan tumpul juga. 

Ketiga, menebus kesalahan. 
Gak perlu saya ceritakan lagi bagaimana saya menelantarkan blog ini selama bertahun-tahun dan selalu kembali dengan janji-janji kosong namun ditinggal lagi dan lagi. Hingga akhirnya keharusan untuk #dirumahaja membuat saya kembali aktif disini. Mumpung saya belum teralihkan lagi oleh hal-hal lain ada baiknya saya meningkatkan isi blog pribadi ini menjadi (sedikit) lebih rapi dan berbobot *I'm sorry darling, mmuachh...* (cium-cium laptop).

Keempat, pensieve. 
Pernah nonton Harry Potter? Para Potterhead pasti tahu kalau Profesor Dumbledore punya sebuah baskom batu yang berisi kumpulan pikirannya. Setiap kali ia pelik memikirkan sesuatu ataupun butuh analisa lebih terhadap sesuatu, si Profesor berkacamata bulan sabit ini akan menarik isi pikirannya dan menaruhnya di pensieve biar gak numpuk di kepala.  

(Sumber gambar: https://mbird.com)
kayak gini nih kalo si Profesor Dumbledore lagi narik isi pikirannya yang ruwet buat dimasukin ke pensieve


Pensieve | Harry Potter Wiki | Fandom
(Sumber gambar: harrypotter.fandom.com)

Ilustrasi pensieve yang dipakai buat nampung pikiran
Blog ini punya peran yang mirip-mirip dengan pensieve. Semakin dewasa rasanya semakin sulit untuk bercerita kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat sekalipun. Iya kalau yang mau dicurhatin bersedia menjadi pendengar yang baik. Kebanyakan malah jadi "hakim" dan itu membuat kita semakin enggan bercerita. Bagi saya, blog bisa jadi tempat curhat, sebagai wadah untuk melepas stres. Bersyukur sekali sampai saat ini saya masih dikasih anugerah sahabat-sahabat yang setia mendengarkan curhat dan keluh kesah setiap kali saya butuh teman bercerita. Tapi saya sadar bahwa semua juga punya kesibukan dan masalah hidup masing-masing. Makanya terkadang jadi sungkan kalau harus terus-terusan merecoki para sahabat, karena untuk menjadi pendengar yang baik itu butuh hati dan energi yang besar. Oleh sebab itu menulis menjadi salah satu alternatif untuk bercerita, sarana menampung segala uneg-uneg ataupun ide yang menyesaki kepala *pensieve mana pensieve?*

Kelima, mencatat sejarah.
Seperti yang udah disinggung sebelumnya, pengennya sih blog ini jadi alat dokumentasi tipis-tipis atas pergerakan hidup yang terjadi, sebagai memoar. Gak cuma terekam di ingatan tetapi juga abadi dalam goresan tulisan. 

Keenam, ajang kreatifitas. 
Selain untuk cuap-cuap dan curhat, blog ini juga dimanfaatkan sebagai wadah karya anak bangsa seperti saya yang berupa puisi ataupun cerpen. Ada juga kampung sajak yang merupakan kumpulan karya penyair-penyair kesukaan saya. 

Kira-kira itulah enam alasan yang terpikirkan selama penulisan ini berlangsung. Nomor 5 bikin Anda melongo bukan? Hahahaha. Barangkali ada tambahan akan saya update di kemudian waktu. Sudah ya, sudah jam 2 subuh. Lagi-lagi saya tidur pagi. Sampai jumpa di larungan berikutnya. 



Surabaya, 26 April 2020

Komentar