Tulis Aja Dulu (3)

Mungkin ini yang namanya cinta. Bukan... Bukan cinta yang itu. Abaikan tentang babak asmara antara dua orang lawan jenis yang saling gadai perasaan. Ini tentang kecintaan pada sesuatu yang tak dapat membalas perasaanmu, yang setiap kali lelah menghadapinya namun tetap kau kejar ketika gelap menyongsong pagi atau malam menjelang berganti. Sesuatu yang membuatmu merasa bergairah melewati hari dan menggugah egomu untuk menguasainya. 
Insomnia masih menjadi PR yang tak kunjung kubereskan. Pola hidup semacam makhluk nokturnal itu membuatku kekurangan tidur sehari-hari. Jangan dipikir aku tak mau menikmati tidur panjang dan pulas seperti orang normal lainnya. Sungguh ketika yang tersisa hanya bunyi malam temanmu hanyalah suara-suara yang bersemayam di kepalamu. Setelah lelah seharian beraktivitas tentulah kantuk yang menyerang hebat setelah mandi air hangat akan segera menyergap. Namun selelah apapun aku tetap tergoda untuk menyalakan perangkatku dan menulis barang satu dua tiga ratus kata tentang apa yang ingin kularung dalam bentuk tulisan, seperti yang kulakukan saat ini. Akan ada yang terasa kurang ketika pergi tidur tanpa mengenang sesuatu hari ini. Baiklah akan kuceritakan sedikit. 
Hari ini aku menemui kegagalan. Bukan hal baru tapi tetap saja kadar sensasi kesedihannya tidak berkurang, baik terjadi di waktu lalu maupun di masa sekarang. Perbedaannya adalah cara menyikapinya. Sekali lagi ungkapan klasik yang mengatakan "Pengalaman adalah Guru Terbaik" masih menjadi kalimat penguatan nomor wahid untuk setiap kejadian (pahit) dalam hidup. Setidaknya saat ini kegagalanku menghasilkan sesuatu dan tidak dibuang percuma. Satu yang terpenting bahwa hal ini tidak akan menghentikanku. Ini yang kumaksud dengan cinta di awal paragraf. Ketika kecintaan kita terhadap suatu hal berbenturan dengan kecewa, kegagalan ataupun kesedihan tentu akan membuat kita terhenyak seketika, tapi tidak akan pernah kita tinggalkan bukan? Lelah, letih, penat tetap dikerjakan bahkan membangkitkan rasa lebih lagi untuk memperjuangkannya sampai kita memperoleh hasil yang diimpikan. 
Aku menangkap satu hal dalam fase hidupku saat ini bahwa hidup tidak akan terasa nikmat tanpa bekerja keras. Merasakan menjadi manusia seutuhnya ketika kedua tanganmu menghasilkan sesuatu dan hidupmu bermanfaat. Lelah yang terakumulasi seolah lunas dibayar ketika ada rasa puas karena kau telah berguna di hari itu. Aku sangat suka dengan kalimat Wiji Tukul yang mengatakan "Jangan Mati Sebelum Berguna". Tak perlu menyelamatkan dunia seperti pahlawan super untuk menjadi berguna. Cukup jadi pribadi yang tidak menyusahkan dengan menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab kita dan mengusahakan sebaik-baiknya ketika berkarya dalam bentuk apapun itu pun cukup. Bahkan lebih dari cukup. Pertanyaannya apakah sanggup setia melakukannya? Jawabannya mudah. Selama masih ada cinta di hati, gunung akan kudaki, laut akan kuselami. Tapi jika hari ini hujan turun mungkin lain kali aku mampir *lol. 
Gagal hanyalah tanda bahwa kita semakin dekat dengan keberhasilan. Ketika jatah gagal itu habis artinya kita siap menyongsong kesuksesan yang selama ini kita kejar. Kalau soal definisi kesuksesan itu terserah masing-masing untuk melihatnya dalam bentuk apa. Pastikan saja cinta itu tetap ada agar jangan patah arang dan berbalik arah di tengah jalan, kecuali selama ini cintamu hanyalah bualan belaka. Semoga aku dan kamu yang membaca tulisan ini bukan merupakan salah satu dari golongan pembual yang barusan aku sebutkan. Cukuplah aku meracau lewat tulisan malam ini. 


Do What You Love & Love What You Do


Surabaya, 15 Mei 2020

Komentar